Setiap bulan September, gereja kami GKI Gading Serpong
memperingati Bulan Misi. Perayaan ini tentu bukanlah sekadar tradisi
tahunan atau rangkaian kegiatan liturgis belaka, melainkan sebuah pengingat bahwa
gereja dipanggil untuk hidup dalam misi setiap hari. Bermisi bukan hanya
dilakukan dalam satu bulan tertentu, melainkan menjadi napas kehidupan gereja
sepanjang tahun. Bulan September hanyalah sebagai pengingat agar kita kembali memeriksa
diri: apakah sasaran dan strategi pelayanan kita sudah sejalan dengan yang Yesus
kehendaki?
Yesus sendiri telah menegaskan dalam Matius
28:19:
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku...”
Amanat Agung yang diberikan kepada murid-murid
sebelum kenaikan-Nya kesurga sudah seharusnya menjadi catatan penting bagi panggilan
gereja. Yesus tidak hanya memerintahkan untuk pergi dan mengabarkan Injil,
tetapi juga menekankan adanya proses pemuridan, yaitu menjadikan semua suku bangsa
murid-Nya. Pemuridan merupakan suatu cara yang didisain dengan sengaja untuk membawa
orang hidup dalam Yesus, bertumbuh dalam iman, dan pada gilirannya akan mengabarkan
Injil kepada orang lain. Inilah siklus kehidupan gereja yang sehat, misi
melahirkan murid, murid bertumbuh, dan murid pun bermisi, begitu seterusnya.
Sementara itu, dalam Kisah Para Rasul 1:8,
Yesus menambahkan dimensi penting lainnya:
“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh
Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di
seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”
Di sini kita melihat bahwa hidup dalam misi bukanlah pekerjaan manusia
semata. Gereja tidak dipanggil untuk mengandalkan kekuatan manusia atau sumber
dayanya sendiri, melainkan mengandalkan kuasa Roh Kudus. Tanpa Roh
Kudus, bisa jadi bermisi hanya menjadi aktivitas gersang, dan ini mengingatkan
kita pada jemaat di Sardis yang ditegur Tuhan seperti yang tertulis dalam Wahyu
3:1 “engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati !”.
Tetapi dengan Roh Kudus, bermisi menjadi kesaksian hidup yang
menghadirkan kuasa Yesus di tengah dunia.
Misi dan
Pemuridan: Dua Hal yang Menyatu
Sering kali orang membandingkan mana yang
lebih penting: misi atau pemuridan. Tetapi sesungguhnya keduanya tidak dapat
dipisahkan. Misi tanpa pemuridan akan melahirkan orang-orang yang tidak
bertumbuh dalam iman. Pemuridan tanpa misi akan membuat gereja nyaman dalam
lingkarannya sendiri tanpa peduli dengan penginjilan. Jadi jika salah satunya
diabaikan maka amanat agung belum menjadi dasar panggilannya.
Misi adalah gerak keluar untuk berjumpa
dengan dunia, bersaksi dan memberitakan Injil. Pemuridan adalah gerak ke
dalam untuk menumbuhkan iman. Kedua arah ini harus berjalan bersama agar
gereja sungguh hidup dalam panggilan-Nya.
Murid Sejati
pasti menghadirkan Kasih dalam Perbuatan
Namun, misi dan pemuridan bukan hanya soal
kata-kata atau pengajaran. Yesus sendiri menegaskan dalam Matius 25:40:
“Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku.”
Ayat ini mengingatkan kita bahwa misi dan
pemuridan harus diwujudkan dalam tindakan kasih yang nyata. Ketika kita berbelas
kasihan kepada yang lapar, yang haus, yang sakit, atau yang terabaikan,
sesungguhnya kita sedang melayani Yesus sendiri.
Dengan kata lain, pengajaran tentang kasih
harus berjalan bersama dengan praktek kasih. Gereja tidak hanya dipanggil untuk
mengajarkan firman, tetapi juga menghadirkan kasih Allah dalam tindakan yang nyata
kepada yang membutuhkan dan tersisih sehingga banyak orang mengalami kasih Yesus yang pada akhirnya bisa berlanjut sebagai jembatan untuk pemuridan.
Ilustrasi
Sederhana
Bayangkan seorang petani yang menanam padi. Ia
tidak hanya menabur benih lalu pergi begitu saja. Ia juga harus merawat,
menyiram, membersihkan gulma, bahkan melindungi dari hama. Tanpa perawatan itu,
benih yang sudah ditabur mungkin tumbuh, tetapi tidak menghasilkan buah yang
maksimal.
Begitu juga dengan misi dan pemuridan. Misi
adalah menabur benih dengan tindakan kasih yang nyata (Mat. 25:40) dan pemberitaan
Injil (Mat. 28:19). Pemuridan adalah merawat benih yang tumbuh itu agar
tumbuh kuat dan berbuah lebat (Mat.28:19). Jika gereja hanya menabur tetapi
tidak merawat, maka hasilnya tidak akan maksimal. Sebaliknya, jika hanya
merawat tetapi tidak menabur, maka tidak ada ladang baru yang akan menghasilkan
panen baru.
Pertanyaan
untuk direnungkan :
Pada bulan Misi di bulan September 2025 ini mari
kita bersama merenung :
- Apakah pelayanan yang kita lakukan selama ini sudah berdasarkan ungkapan
syukur dan kerinduan kita untuk terus bertumbuh menjadi murid Yesus ?
- Apakah kita sudah bergerak bukan hanya ke dalam, tetapi juga
keluar, menjadi saksi Yesus bagi dunia?
- Apakah tindakan kasih kita nyata, sehingga orang lain melihat Yesus dalam diri kita?
Pertanyaan-pertanyaan ini penting agar kita
tidak terjebak hanya pada aktivitas tanpa arah, atau pembinaan tanpa tujuan
yang jelas (random). Misi dan pemuridan adalah panggilan utama yang tidak boleh
diabaikan.
Untuk itu, gereja perlu memiliki strategi yang
jelas dan disengaja, salah satunya adalah menanamkan kesadaran pentingnya bermisi
dan menjadi murid Yesus yang terus bertumbuh, pada setiap anggota jemaat dan
mendorongnya untuk terus menyaksikan kasih-Nya dalam segala hal dengan terus mengandalkan
Roh Kudus dalam doa dan ketaatan pada firman Tuhan.
Penutup
Bulan Misi bukanlah akhir, melainkan awal pengingat kembali akan
panggilan gereja untuk hidup dalam misi, bertumbuh dalam pemuridan dan nyata
dalam pelayanan.
Matius 28:19 menegaskan sasaran kita, Kisah Para Rasul
1:8 memberi kita kuasa, dan Matius 25:40 mengajak kita untuk membuktikannya.
Amin.
Soli Deo Gloria,
Salam hangat untuk sahabat Nafiri Kasih dimanapun Anda berada ...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar